Karakteristik Perkembangan Spiritual Peserta Didik

Teori perkembangan Spiritual Fowler

Teori perkembangan spiritual Fowler merupakan salah satu teori yang banyak dijadikan acuan dalam mempelajari perkembangan kehidupan spiritual atau agama, yang dikenal dengan stage of faith development dari James Fowler. Fowler adalah perintis teori mengenai tahap perkembangan kepercayaan yang dimaksudkan untuk menunjukkan penelitian empiris dan refleksi teoritis, yang telah diakui secara internasional sebagai psikolog agama yang sangat penting.
Konsep tentang spiritualitas dan kepercayaan yang digunakan Fowler merujuk pada apa yang dikemukakan oleh Wilfred Cantwell Smith bahwa kepercayaan eksistensial merupakan kualitas pribadi, yaitu suatu orientasi pribadi seseorang yang menanggapi nilai dan kekuasaan transenden, orientasi terhadap dirinya, sesamanya, dan alam semesta yang dilihat dan dipahami lewat bentuk-bentuk tradisi kumulatif. Kepercayaan itu sendiri bersifat universal yang dimiliki bersama oleh semua umat manusia.

Fowler (Desmita, 2012:279) menyebut “Kepercayaan sebagai suatu yang universal, ciri dari seluruh hidup, tindakan pengertian diri semua manusia, entah mereka menyatakan diri sebagai orang yang percaya dan orang yang berkeagamaan atau sebagai orang yang tidak percaya apapun.” Dalam hal ini, tampak kepercayaan tidak harus dipahami sebagai kepercayaan religius semata, tetapi sebagai kepercayaan hidup atau disebut kepercayaan eksistensial dalam bahasa agama dikenal sebagai iman.

Fowler (Desmita, 2012:279) menyatakan bahwa, spiritual dan kepercayaan dapat berkembang hanya dalam lingkup perkembangan intelektual dan emosional yang dicapai oleh seseorang. Adapun tujuh tahapan perkembangan agama adalah sebagai berikut; (1) primal faith; (2) intuitive-projective faith; (3) mythic-literal faith; (4) synthetic-conventional faith; (5) individuative-reflective faith; (6) conjuctive faith; (7) universalizing faith (Dace & Kenny dalam Desmita, 2012:179).
  •  Tahap primal faith, adalah tahap kepercayaan. Tahap ini terjadi pada usia 0 tahun sampai 2 tahun, yang ditandai dengan rasa percaya dan setia anak pada pengasuhnya.
  • Tahap intuitive-projective faith, berlangsung antara 2-7 tahun. Pada tahap ini kepercayaan anak bersifat peniruan, karena kepercayaan yang dimilikinya masih merupakan gabungan hasil pengajaran yang dicontohkan oleh orang dewasa.
  • Tahap mythic-literal faith, yang dimulai usia 7-11 tahun. Pada masa ini, sesuai dengan tahap perkembangan kognitifnya, anak secara sistematis memulai mengambil makna tradisi masyarakatnya.
  • Tahap synthetic-conventional faith, yang terjadi pada usia 12-akhir masa remaja atau masa awal dewasa. Kepercayaan remaja pada tahap ini ditandai dengan kesadaran tentang simbolisme dan memiliki lebih dari satu cara untuk mengetahui kebenaran.
  • Tahap individuative-reflective faith, yang terjadi pada usia 19 tahun atau pada masa dewasa awal. Pada tahap ini mulai muncul sintesis kepercayaan dan tanggung jawab individual terhadap kepercayaan tersebut.
  • Tahap conjunctive-faith, disebut juga paradoxical-consolidation faith yang dimulai pada usia 30 tahun sampai masa dewasa akhir. Dalam tahap ini seseorang juga lebih terbuka terhadap pandangan-pandangan yang paradoks dan bertentangan yang berasal dari kesadaran akan keterbatasan dan pembatasan seseorang.
  • Tahap universalizing faith, yang berkembang pada usia lanjut. Perkembangan agama pada masa ini ditandai dengan munculnya sistem kepercayaan transendental untuk mencapai perasaan ketuhanan, serta adanya sedentralisasi diri dan pengosongan diri.

: Desmita, 2012. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar