Sebuah syukur alhamdulillah, pada tanggah 16/03/2016 saya telah selesai dengan salah satu drama perjuangan menggapai gelar sarjana. Jika sudah selesai tahap seminar KTI, saya sudah naik satu tingkat untuk menuju sidang skripsi. Mungkin ini adalah trial menjadi ada di fase sidang skripsi yang sesungguhnya. Tentu rasanya sama, sama-sama tidak mudah untuk sampai dan menggetarkan jiwa ketika menghadapinya.
Alhamdulillah dengan sampai di hari seminar KTI ini, selain diri ada juga yang turut menjadi tenang yaitu mereka yang terlibat secara emosi dan waktu bersamanya. Saya sangat-sangat menghargai segala bentuk kebaikan hati yang tercurah untuk diri yang tidak berdaya ini. Terima kasih untuk kamu yang menemani saya di masa ini dan selalu gemar bertanya, "KTI sudah sampai mana?" yang bikin kesal-ketakutan, ajaibnya terasa manis. Terimakasih telah memberi rasa manis pada warna-warni kehidupan yang saya punya kala itu.
Sebuah anugerah terbaik bisa melalui masa-masa juang ini bersama orang-orang yang hebat. Untuk beberapa bagian dari perjalan hidup tidak bisa dilalui dengan cepat apalagi tergesa-gesa. Hidup ini saling bersinggungan dengan yang lain juga. Semua adalah perihal bagaimana mengakhiri apa yang dimulai dengan baik. Menyelesaikan dengan segenap kekuatan diri, untuk hasil yang akan dibayar dengan harga yang pantas bersama mereka yang juga menjadi pelengkap yang indah.
Sebuah pertarungan akan dimenangkan dengan kegigihan.
Tulisan ini adalah ditulis untuk mengenang perjalan panjang yang telah terjadi, saya yakin saya akan berterima kasih pada diri saya saat ini karena bersedia menuliskan, merekam, mengabadikan jejak sulitnya perjalan dalam bentuk apapun itu yang bisa saya buka kembali.
***
Alhmadulillah setelah jumat sore selepas ashar acc seminar, hari senin-nya pun saya berniat mengurus segala hal mengenai apa saja berkas yang perlu saya persiapkan untuk bisa lanjut ke jenjang seminar KTI. Alhamdulillah jika watu baiknya adalah dalam waktu dekat, maka itu akan terjadi seperti keajaiban, seperti menemukan oase di tengah gurun, dan syukur alhamdulillah saya hanya perlu menunngu satu minggu untuk bisa melaksanakan seminar KTI tersebut, dan saya adalah anggota terakhir pelengkap kouta maksimal untuk sebuah acara seminar akademik ini.
Soalan rejeki dan jalan takdir siapa yang lebih berhak mendikte selain Ia sang Mahapemilik segala rencana? Sungguh tidak ada yang tau.
***
Hari H pun tiba, Rabu, 16 Maret 2016, saya berada di ruang seminar.
Saya mendapat nomor urut paling terakhir karena memang saya pendaftar belakangan. Dengan sedikit kurang ajar, hari iu saya datang agak terlambat, sebab saya merasa tidak perlu terburu-buru, toh saya akan menjadi penutup, pun bagian saya tidak akan dipercepat atau diperlambat. Sampai salah seorang teman nyeletuk, eh Mel, kamu hari ini datang menghadiri hari seminarmu, atau hanya menjadi penonton? Bagaimana mungkin kau tiba pukul segini sementara seminar sudah dimulai sejak pukul tujuh lewat lima belas (Aidil). Saya hanya tersenyum tidak punya pembelaan, karena saya memang sedikit kurang ajar.
Satu hal yang saya sadari saya sangat antusias dengan apa yang akan saya hadapi, seikit terlambat adalah bentuk pengalihan emosi sekaligus mengenali medan perang, apakah akan berbahaya atau tidak begitu berbahaya untuk mengetahui sebesar apa batas effort diri dari berjuang di seminar KTI hari ini. Apapun itu, atas segala kurangnya diri, saya akan selalu bangga!
Ini adalah kesempatan saya tampil secara mandiri di hadapan banyak mata yang menyaksikan mengingat menghadiri seminar KTI adalah menjadi salah satu syarat untuk bisa mengambil mata kuliah proposal tesis jadi setiap mahasiswa harus memenuhi lembar bukti hadir seminar nanti disaat hendak mengajukan mata kuliah proposalnya. Ini juga kesempatan diri menunjukkan bahwa apa yang menjadi topik yang diangkat dalam kasus yang berusaha dipecahkan adalah suatu yang menarik untuk ditanggapi oleh bapak-ibu dosen yang bersangkutan. Semua orang rasanya harus merasakan betapa mengerikan apa yang sedang saya hadapi kala itu wkwk.
Saya sangat berterima kasih pada Buncit (alm., Fredy Satrya Anggara, S.Pd.) yang telah menunaikan tugasnya menjadi orang terbaik yang menemani saya di masa-masa berjuang untuk gelar sarjana saya, yang telah lebih dulu Allah panggil, memeluknya dan bersama dengan-Nya sebab kebaikan hatinya terlalu menyakitkan ia terima di dunia yang penuh problematik ini. Sungguh ia adalah teman yang sudah seperti sudara yang sangat baik hatinya, semoga Allah melapangkan kuburnya, menerima segala amal ibadanya, dan menempatkan ia di sisi terbaik, di sisip-Nya, amein.
Berhubung saya peserta terakhir, saya masih sempat belajar sama Buncit soal hitungan-hitungan yang membingungkan, soal pemaparan data-data yang diperoleh, dan Buncit memberi tahu /mengajari saya dengan sangat baik. Sepertinya dia sangat paham kalau saya begitu tidak stabil secara emosi. Hendak seminar /sidang mana yang baik-baik saja?
Ketika bagian saya tiba, saya mencoba menjadi sebaik-baik diri, dengan menjelaskan sebisa dan senyaman saya, dengan bahasa yang enak untuk saya sampaikan. Selama presentasi setiap pemateri /yang sedang seminar diberi leluasa atas hak mutlak bahwa kelas adalah menjadi miliknya, ia menjadi artis atas panggung yang dipersembahkan untuknya. Beruntungnya saya adalah orang yang senang tampil di muka umum, saya sudah terbiasa untuk ini sejak dari masa sekolah dasar. Ayah selalu memaksa saya untuk berani tampil di muka umum, untuk berani mengekspresikan diri, dan betapa menyenangkannya ketika kamu diberi panggung untuk menyampaikan apa yang telah kamu persiapkan.
Sungguh, saya sangat senang sekolah.
Ayah berpesan, "Apapun yang terjadi di hari semniar nanti tetap perrcaya diri atas apapun yang terjadi, terkadang ada hal yang memang tidak bisa kamu kendalikan, tetap percaya diri untuk itu sekalipun tanpa sengaja kau berbuat suatu yang dirasa kesalahan karena keluar dari konteks yang tidak disengaja. Kamu harus percaya diri, selebihnya doa ayah akan selalu mengiringi." Dan yag lain, seperti Gendut, Uni, Batak, mereka tidak berpesan apapun. Baiklah. Nuyi dan Ninim berpesan, "Semangaaat Amel!!" Si Cung berpesan dengan begitu dramatis, katanya begini, "Jangan takut untuk menjadi malu-maluin, yang terpenting kamu sudah betada di fase /tahap ini, dan itu sudah sangat cukup."
Terima kasih untuk telah bersedia menjadi support system saya dalam menghadap masa-masa ini. Menjadi teman bertumbuh, pendukung tanpa pamrih, sungguh kalian begitu istimewa dan maaf jika saya mengecewakan, terima kasih untuk ada. Terima kasih sebab betapa baiknya Allah telah menghadirkan kalian di sini, semoga segalanya Ia balas dengan segala kebaikan. Tentu, pesan yang mereka sampaikan adalah penyemangat saya untuk memulai, menjalani, dan menyudahi sesi seminar KTI hari ini.
Seminar KTI ini sedikit menggetarkan jiwa, selain karena disaksikan oleh publik, juga untuk nilai juga disaksikan oleh publik, segala kritik dan saran yang terlontar juga jadi konsumsi publik. Alhamdulillah saya mendapat nilai yang baik, sesuai dengan apa yang saya usahakan dan sesuai dengan apa yang saya minta. Saya ingat sekali apa kata Zee hari itu, "Yang penting minta sama Allah, dan Allah pasti akan beri, minta terus yang banyak, minta yang sering, yang yakin, sambil terus memperbaiki diri dan nambahi juga ibada sama Allah."
Alhamdulillah.
Terimakasih sudah membaca dan saya sudah menepati janji saya untuk menuliskannya. Semangat menyusul teruntuk teman-teman yang lain. Jangan pernah lelah maminta dan terus berdoa, Allah pasti mengabulkan segala doa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar