Aku, Kau dan Sepucuk Angpau Merah

Tadi malam, di kapal, sebelum beranjak tidur aku cerita soal alamat Mei pada Pak Tua. Apa kata si bijak itu? Dia hanya melambaikan tangan. ‘’Cinta selalu menemukan jalan, Borno. Ada saja kebetulan, nasib takdir, atau apalah sebutannya. Tapi sayangnya orang-orang yang mengaku sedang dirundung cinta justru sebaliknya, selalu memaksakan jalan cerita, khawatir, cemas, serta berbagai perangai norak lainnya. Tidak usahlah kau gulana, wajah kusut. Jika berjodoh, Tuhan sendiri yang akan memberikan jalan baiknya. Kebetulan yang menakjubkan. Kalau sampai pulang ke Pontianak kau tidak bertemu gadis itu, berarti bukan jodoh. Sederhana bukan?‘’

Aku mendengus, apanya yang sederhana.

Rembulan Tenggelam di Wajahmu

Bayangkanlah sebuah kolam luas,
Kolam itu tenang,
saking tenangnya terlihat bak kaca.
Tiba-tiba hujan deras turun..

Bayangkan,
ada berjuta bulir air hujan yang jatuh di atas air kolam, membuat riak..
Jutaan rintik air yang terus-menerus berdatangan, membentuk riak, kecil-kecil memenuhi seluruh permukaan kolam…
Begitulah kehidupan ini,
bagai sebuah kolam raksasa.
Dan manusia bagai air hujan yang berdatangan terus-menerus, membuat riak..
Riak itu adalah gambaran kehidupannya.

Dandelion

Dandelion tidak tumbuh sebagai bunga hias yang biasa berada dalam taman, seperti taman kota yang menunjukan keindahannya kepada setiap orang. Dandelion hidup dan tumbuh di sekeliling ilalang, ilalang yang senantiasa menyembunyikannya dalam rerumputan, tetapi keindahannya tidak tertutupi.

Dandelion tak akan mampu melawan angin yang akan terus berhembus menerbangkannya dan merubahnya menjadi suatu batang yang tegak. Tidak ada yang tau kemana angin akan membawa kelopak Dandelion. Tapi suatu saat Dandelion akan tumbuh kembali, meskipun setiap kali angin akan menggugurkan dan ilalang menyembunyikannya dalam senja.

Dandelion sosok kuat meskipun tampak rapuh, tapi memiliki semangat yang hebat dalam mencari kehidupan baru di luar sana. Mampu terbang tinggi, menjelajah luas menentang angin, sampai akhirnya mendarat di tempat baru kemudian tumbuh menjadi jiwa yang baru. Tujuan hidupnya hanya satu. Setelah dia terbang melintasi jagad raya, meniti kehidupan yang penuh kesulitan, suatu hari nanti, sejauh apapun dia telah pergi, dia akan kembali, dia akan kembali lagi ketempat dimana dia berasal.

Negeri Para Bedebah

"Tetapi tadi malam, saat orang kepercayaan Om Liem menjemputku di hotel, pukul dua dini hari, di dalam mobil Ram menyebutkan nama petinggi kepolisian dan pejabat kejaksaan yang menyidik kasus Bank Semesta. Aku mengenali nama itu. Nama kedua bedebah itu. Kau pernah bertanya kepadaku, apakah aku anak muda yang pintar, kaya, punya kekuasaan dengan kepribadian ganda? Penuh paradoks? Kau keliru, Julia. Aku adalah anak muda yang dibakar dendam masa lalu. Jiwaku utuh. Seperti berlian yang tidak bisa dipecahkan. Aku selalu menunggu kesempatan ini.

"Apakah hidup ini adil? Papa-Mama mati terbakar. Dua bedebah itu menjadi orang penting di negeri ini. Satu menjadi bintang tiga kepolisian, hanya soal waktu dia bisa jadi kepala polisi. Satunya lagi jaksa paling penting dan berpengaruh di korpsnya, hanya soal waktu menjadi jaksa agung. Aku kembali, Julia. Sejak tadi malam aku memutuskan kembali ke keluarga ini. Aku akan membalas setiap butir debu jasad Papa-Mama. Beri aku waktu dua hari, kau bisa menuliskan semuanya. Aku punya rencana. Aku bukan lagi anak kecil sepuluh tahun yang berlari-lari mengantar susu. Akulah bedebah paling besar dalam cerita ini. Jadi, apakah kau mau membantuku atau tidak terserah kau."