Oma Tak Perlu Mengatakannya

Oma menoleh. Mata tuanya membuka.

“Kau tidak bisa tidur, Tegar?”

Aku menggeleng. Memegang belakang kursi Oma, menggerakkannya pelan, membuat Oma nyaman di atasnya.

“Seharusnya kau tidur. Bukankah besok pagi-pagi sekali kau berangkat ke Jakarta?”

Aku mengangguk. Suara air menerpa atap resor terdengar berirama. Akan amat menyenangkan tidur dengan nina-bobo suara air hujan.

“Aku senang. Akhirnya setelah dua tahun yang sia-sia kau memilih melakukan hal yang benar.” Suara tua Oma terdengar bergetar.

“Anak-anak tidak senang dengan kabar itu.”

“Anak-anak akan baik-baik saja. Mereka akan terbiasa dengan kepergian kau. Mereka memiliki ibunya sekarang.”

“Rosie juga tidak senang dengan kabar itu.” Entah mengapa aku mengucapkan kalimat itu, terucap begitu saja.